Senin, 15 Februari 2010

[SPAM] Obsessive Fangirl Writes for


spam spam spam

abis nonton THE ROSE TRIMS AGAIN (lagi)
jadi makin cinta aja ama kyo XDDD

uwoooooh
God the almighty who creates that delicate body XDDD
*plakk*

HAPPY BIRTHDAY, KYO-SAN~


CRAZY FANGIRL SCREAMS FOR KYO o(>O<)o

bunda, nov", uyuy~
sebelum ny
ijinkan aku untuk menyepam XDDD

cuma iseng aja
karena hari ini 16 februari
yg tak lain adalah...ulang taun ny kyo-san tertjintah XDDD

yay
semakin tua aja si abang XPP

oh ya
specially bwt uyuy, maapkan aku ngeganti banner yabu = A =
ntar april tak ganti pake banner dai, deh ^ ,^

hunyuuu
tadi ny pen ngomen d myspace aja
tapi saia inget, kyo jarang banget ngubek" myspace TwT
jadi bikin sepaman di sini aja, deh~

uehehehehee
spicless ah
pokonya, i'll always wish the best for kyo
*jadi inget lagu ny epik high:
u r my star
i'm yer number one fan
baby please, take my hand XDD *

Rabu, 10 Februari 2010

[Fanfic] Accidentally In Love (chap 6)

Title : Accidentaly In Love
Chapter : Six
Author : Din Tegoshi & Nu Niimura
Genre : Romance
Rating : G
Pairing : Miyabu,HikkaPy,TakaDin,Inoopi,Dainu *XD* aneh bgdh…
Fandom : Johhny’s Entertainment, Desperate Housewives
Disclaimer : Py, Miyuy, Din, Opi and Nu belong to theirselves, Hey! Say! BEST and Jin belong to JE. I don’t own them...Comments are LOVE minna~

Accidentally In Love
~chap 6~


Pagi itu, sama seperti hari yang lainnya di kelas 3B

“Anak-anak, hari ini akan ada seorang murid baru yang akan belajar bersama kalian di kelas ini....”

Hampir seisi kelas 3B merasa heran mendengar ucapan seorang guru di depan mereka. Seorang murid baru datang pada saat yang begitu tidak tepat, pertengahan semester.

“...Takaki, ayo masuk”

Seorang murid laki-laki melangkahkan kakinya masuk kedalam kelas yang akan menjadi tempat baru untuknya belajar.

“Takaki Yuya desu. Dozo yoroshiku...”, murid baru itu membungkukkan badan setelah menuliskan namanya di papan tulis dan kemudian terseyum hingga membuat banyak murid perempuan ingin berteriak histeris saat itu juga

Tapi tentunya Din bukan salah satu dari mereka. Reaksinya begitu berbeda, sangat jelas Din terkejut. Takaki Yuya yang berdiri di depan kelas saat ini tak lain adalah Takaki Yuya yang begitu dikenalnya, yang hampir setiap waktu beradu mulut dengannya.

“Hmm...Takaki, duduklah di bangku kosong di sebelah Ishida”,

“Hai, arigatou...”, ucap Yuya sopan dan kemudian melangkah ke tempat yang ditunjukkan

Beberapa murid perempuan terlihat kecewa, menyesali kenapa didekat mereka tak ada tempat duduk kosong, sehingga murid baru tampan berambut coklat terang itu bisa duduk disamping mereka

“Dinchan...ayo pergi makan ke cafetaria “, ajak Py ketika jam istirahat tiba

“Ng, yah...pergilah duluan”, Din membiarkan Py pergi tanpa dirinya, sementara matanya secara diam-diam tertuju pada beberapa murid perempuan yang mengerumuni tempat duduk Yuya. Bertanya tentang berbagai macam hal, tentang sekolah sebelumnya, alamat email hingga menu bento favorit Yuya.

Setidaknya, tanpa Din mau mengakuinya, pemandangan itu membuatnya cemburu. Melihat Yuya yang cerewet dan keras kepala tiba-tiba menjadi populer di kelasnya dirasanya begitu menyebalkan

“Eto...Fujihara-san...”

“Panggil saja Chika”, potong seorang murid perempuan yang dipanggil Yuya dengan Fujihara itu

“Ne, Chika...boleh aku meminta sesuatu?”, tanya Yuya dengan tak lupa menyertakan senyumannya.

“Hai, hai! Sou desu”, jawabnya seketika.

“Apa?!”, Din hanya bisa terkaget sendirian. Fujihara Chika, teman yang duduk disampingnya, sekarang Yuya lah yang akan duduk ditempat itu.

“Hey, senang bertemu denganmu”, dalam waktu singkat, Yuya sudah berada ditempat duduk barunya, menyapa Din dengan senyuman penuh kemenangan

Namun Din berusaha tak menghiraukan dan kemudian pergi keluar dari kelas.


Seperti yang biasa dilakukannya, sepulang dari sekolah Din memilih untuk pergi kemanapun langkah membawa ketika moodnya tidak terlalu bagus. Sekalipun ia hanya seorang diri tanpa keempat orang temannya.

Sendirian, termenung menunggu kereta datang.

“Ternyata memang ini sudah jadi kebiasaanmu, pergi keluyuran sepulang sekolah...”

Kontan Din menoleh kearah datangnya suara yang tentu sudah begitu dikenalnya “Yuya! Kenapa...”

“Mengikutimu, huh?”, potongnya

“Apa lagi selain itu? Selesai hang out dengan fangirl-fangirl barumu?”, ucap Din dengan nada yang sama sekali tak ramah.

“Kamu...cemburu?”, tebak Yuya.

Din menghindari mata Yuya, menjawab dengan ketus, “Tak ada alasan untuk aku cemburu, aku hanya kesal! Bertemu Yuya di rumah pun sudah cukup menyebalkan, sekarang aku harus bertemu Yuya pula setiap hari disekolah. Ketika di stasiun kereta seperti ini pun, aku harus melihatmu...”, cerocos Din.

“Cerewet. Apa yang bisa kamu lakukan hanyalah mengeluh?”, balas Yuya kesal.

Din memulai kembali langkahnya, menjauh dari Yuya.

“Aku bukan mengeluh! Aku hanya ingin Yuya sadar kalau Yuya begitu menye....”,

Sebelum Din menyelesaikan ucapannya, Yuya telah menariknya kedalam pelukan dan mengecup bibir Din hingga ia berubah terkejut dan tak bisa berkata-kata. Din tak mampu bergerak, bibir Yuya yang kini menempel pada bibirnya membuatnya kaget dan ia tak pernah mengira dicium oleh Yuya terasa.. yah... Nyaman. Maksudnya, ini adalah ciuman pertamanya. Setelah berhasil menguasai dirinya, Din mendorong Yuya menjauh, setelah menyadari bahwa kereta yang ditunggunya telah berlalu.

“Apa-apaan itu?!”, ucap Din sedikit membentak, tapi sama sekali tak bisa menatap Yuya.

“Aku hanya tak mau kamu terus-terusan menyebutku menyebalkan...”, ujar Yuya sekenanya.

“Uh”, Din tak bisa menjawab, kembali berusaha melangkah meninggalkan Yuya dan menyembunyikan wajahnya yang semakin memerah.

“Dinchan, tunggu...”, Yuya kembali menarik tangan Din namun kali ini berhasil dilepaskan.

“Apa lagi kalau bukan menyebalkan, Yuya sudah membuatku ketinggalan kereta. Aku tak mau kalau harus menunggu lebih lama lagi bersama Yuya!”, langkah kaki Din bertambah cepat dan ia berlari sekalipun ia tahu Yuya mengikutinya

“Sekarang apa yang akan kamu lakukan?”, teriak Yuya dari kejauhan.

“Pulang! Jangan ikuti aku!”, bentak Din tak peduli.

“Bodoh, untuk pulang tentu harus menunggu kereta berikutnya!”, kata Yuya setelah berhasil menyusul Din dan menahan Din untuk tidak pergi.

“Aku akan jalan kaki!”, bentak Din lagi, keras kepala.

“Dari jarak sejauh ini, itu tak mungkin! Ayolah...kupikir kamu sudah cukup bodoh, tapi sekarang kamu membuatku sadar kalau ternyata kamu lebih bodoh dari yang aku pikirkan...”, ujar Yuya masih menahan lengan Din dengan kuat.

“Yuya yang bodoh! Bisa-bisanya menciumku seenaknya!”, balas Din kesal.

Din, sebagian dari dirinya merasakan sesal. Ciumannya dengan Yuya, first kiss nya, yang diimpikannya adalah sebuah kecupan manis dari Jin.

“E...ano...”, Yuya mencoba mencari kata yang pas untuk menutupi betapa dirinya juga malu. Itu juga ciuman pertamanya.


“Aku lelah...”, ucap Din disela helaan nafasnya. Ide bodoh untuk berjalan kaki sampai rumah benar dilakukannya.

“Salahmu sendiri!”, balas Yuya yang masih berjalan disamping Din.

“Salahmu”, Din sudah tak sanggup lagi banyak berbicara, kedua kakinya serasa akan mati rasa setelah berjalan cukup lama

Tak lama, lagi-lagi tindakan Yuya mengejutkan Din. Yuya berlutut di hadapannya, tapi membelakanginya.

“Apa sih Yuya? Kau menghalangi jalanku..”, protes Din.

“Naik...cepat...”, perintah Yuya.

Din mencoba menjauh, “Tidak...”, jawabnya pelan.

Yuya berlari dan kembali berlutut di depan Din, “Jangan keras kepala!! Aku tahu kau sudah sangat lelah...”

Din terdiam, hanya menatap punggung Yuya di hadapannya.

“Cepat Dinchan...aku tak mau kau pingsan di jalan..”, kata Yuya lagi.

Masih bingung, tapi kakinya juga sudah tak kuat berjalan. Akhirnya Din naik punggung itu, kelelahan mengalahkan gengsinya.

“Kita bisa berjalan seperti ini...”, ucap Yuya dan kembali meneruskan langkahnya

Tak ada yang bisa Din lakukan selain diam dan merangkul bahu Yuya erat. Dengan nuansa warna matahari yang akan terbenam, membuat Din merasakan perasan hangat ketika berada demikian dekat dengan Yuya hingga gurat senyuman kembali terlihat diwajahnya, dan bibirnya membisikkan sebuah kalimat dengan begitu lirih, Yuya mungkin tak akan mendengarnya.

“Arigatou....”
--------
~Flashback~

“Karna aku tak punya sebuah ashtraypun, sekarang aku membeli satu untuk Kyo-san”, ujar Nu sambil meletakkan plastik kecil diatas meja.

“Ne, arigatou”, Kyo tersenyum tipis dan kembali meletakkan sebatang Phillip Morris dibibirnya.

“Kata pemilik toko, itu hanya tersisa satu di toko dan sulit untuk mencari yang seperti itu lagi”, Nu menyandarkan kepalanya di lengan Kyo dan tersenyum lembut.

“Oh ya, aku juga punya sesuatu untukmu...”, ucap Kyo seraya menunjukkan sekeping CD, Nu sudah hafal betul, tak lain itu adalah CD game.

“Sudah kuduga”

“Temani aku”

“Aku malas, Kyo-san selalu lupa waktu”, jawab Nu cemberut, Nu tidak pernah suka bermain game.

“Sebentar...”, bujuk Kyo, Nu hanya menggeleng.

“Tiga jam saja...”, tawar Kyo

“Apanya yang sebentar?!”

“Kalau begitu, dua jam...?”

“Haah?!”

“Ok, satu jam?”

“Tidak...”

“Hh...setengah jam?”

“Ok...”

“Deal, tiga setengah jam!”

~Flashback end~


Melihat beberapa CD game yang masih berantakan di lantai, membuat Nu sesaat kembali teringat akan sepenggal kenangan bersama Kyo, seorang game freak. Bahkan hingga Kyo meninggalkannya, Nu masih tak suka bermain game.

“Nuchan....”, ucap Daiki membuyarkan lamunannya “..aku kurang mengerti bagian ini, bisa tolong jelaskan?”

Sesaat Nu terdiam

“Kenapa kamu terus mengikutiku?”, tanya Nu dingin.

Nu sendiri tak habis pikir, ini ketiga kalinya Dai datang ke apartemennya untuk alasan yang sama sekali tak masuk akal.

“Aku? Aku tak mengikuti Nuchan, aku kan sudah bilang, pinjam catatan Biologi milik Nuchan...”, sesaat Daiki memperlihatkan senyum innocent dan kemudian kembali menulis

“Kalau begitu, bawa dan pulanglah”, kata Nu sinis.

“Eh? Kalau dibawa pulang kan repot waktu kembalikan, mungkin aku akan lupa membawanya”, ujar Daiki.

Lagi – lagi alasan aneh.

“Pinjam saja catatan milik temanmu di kelas A”, balas Nu tak sabar.

“Aaaa..baiklah.... aku mengaku..aku pinjam catatan milik Nuchan karna ingin bersama Nuchan...”, aku Daiki

“Alasan apa itu? Carilah orang lain”, seperti biasa, Nu hanya menjawab dengan dingin, membuat Daiki terbelalak

“Tak bisa seperti itu, aku ingin bersama Nuchan..”, Daiki bagun dari posisi duduknya, mendekat kearah Nu, memegang kedua pergelangan tangannya sementara Nu hanya menatapnya dingin

“Tolong dengarkan aku, aku...”

---PRAANG !!---, suara itu mengagetkan keduanya

“Ma, maaf....biar aku bereskan...”, ucap Daiki dengan wajah menyesal, menatap sebuah ashtray porselen yang telah berubah menjadi kepingan karna tanpa sengaja Daiki mendorong meja dan membuat ashtraynya jatuh

Bahkan keadaan itu, juga mengingatkan Nu. Akan suatu ketika ia mendengar bunyi yang sama, ketika tanpa sengaja Kyo menjatuhkan ashtraynya dan tentu membuatnya hancur menjadi pecahan-pecahan. Ashtray pertama yang dibelinya untuk Kyo.

“Gomen ne.”, ucap Kyo.

“Daijoubu da yo”, ketika Kyo mengucapkan kata maaf, Nu masih bisa mengurai senyumnya, sekalipun terasa getir

Malam hampir berganti pagi, Nu sama sekali tak bisa terlelap meskipun matanya terpejam. Ia masih bisa mendengar suara pintu kamarnya dibuka --Kyo pulang begitu larut- juga masih bisa merasakan lengan itu memeluk dari balik tubuhnya setelah sebelumnya Kyo meletakkan sesuatu diatas meja kecil didekat tempat tidurnya.

“Ng, aku kira Kyo-san tak akan pulang...”, Nu berbalik dan ia bisa menatap wajah Kyo yang nampak begitu lelah

“...kau bilang, ashtraynya hanya tersisa satu di toko dan sulit untuk mencari yang seperti itu lagi, aku cari di internet lalu dapat yang mirip...”

“Arigatou...”, ucap Nu seraya mengembangkan sebuah senyuman, Kyo tak akan melihatnya, juga tak mendengar ucapan terimakasihnya –Kyo tertidur dengan begitu cepat.


“Pulanglah!!”, bentak Nu kesal.

“Tapi, aku...”

“Keluar, pergi!”, air mata Nu tertahan.

Daiki tak bisa lagi membantah, yang bisa dilakukannya hanyalah keluar. Meninggalkan Nu dengan perasaan bersalah.

‘...kau bilang, ashtraynya hanya tersisa satu di toko dan sulit untuk mencari yang seperti itu lagi, aku cari di internet lalu dapat yang mirip...’

Kenangan akan Kyo terus terlintas di pikiran Nu. Ashtray pertama yang dibelinya untuk Kyo, tak sengaja pecah.

Ashtray yang dibeli Kyo untuknya, sekarang berubah pula menjadi kepingan-kepingan.

“Maafkan aku, Kyo-san...”, kini air mata itu tak dapat lagi ia tahan.
----------------------
Sudah beberapa minggu ini sekolah itu terasa sedikit sibuk. Tentu saja karena festival sekolah akan segera datang. Semua kelas sibuk mempersiapkan apa yang akan mereka tampilkan di acara tahunan itu. Kelas 3 B sudah sepakat membuat Obake house untuk tahun ini, dengan Miyuy sebagai ketuanya.

From: Yabu-kun
Subject: kau kenapa?
Ne...Miyuy-chan...kenapa kau tak pernah membalas e-mailku?
Kau baik – baik saja kan?

Miyuy menutup flip ponselnya dengan malas. Entah e-mail keberapa dari Yabu, tak pernah ia balas lagi. Ia masih bingung dengan sikap Yabu yang bisa dengan cepat berubah pada saat itu.

“Miyuy...butuh bantuan??”, kata Py yang kini sudah berdiri di sebelahnya.

“Ah Py...hanya membuat property ini sedikit lagi.”, tunjuknya pada sebuah benda.

Opi datang juga ikut membantu mereka. Akhir – akhir ini Opi terlihat lebih murung daripada biasanya.

“Aku ikut juga ya...tak ada yang bisa kukerjakan...”, keluh Nuy beberapa menit setelahnya.

“Ne...lihat ini...”, seru Din tiba – tiba muncul, menunjukkan sebuah selebaran.

“Sakurazawa Ayame akan melakukan permainan solo piano?”, baca Py lambat – lambat. Yang lain hanya memperhatikan.

“Sakurazawa Ayame...sekretaris OSIS, kan ?”, tanya Miyuy.

Nu hanya terdiam, ia sama sekali tak mengenal siapa itu Sakurazawa Ayame.

“Un”, jawab Py singkat

“Permainan solo piano dari Sakurazawa ternyata jadi bagian dari festival sekolah tahun ini...”, tambah Miyuy menatap dengan sedikit takjub

“Membosankan”, sementara Opi hanya berucap lirih dan kemudian berlalu, meninggalkan keempat orang temannya.

“Opichi...”, seru Din, “Kenapa dia?”, tanya Din bingung.

Sementara itu Nu, Miyuy dan Py juga tak mengerti kenapa Opi kelihatan marah.


Opi baru saja tiba di rumah ketika ia mendengar suara Inoo di ruang tengah. Tak sepert sebelumnya, Opi memilih menghindar dari tempat itu. Ia tak pernah lagi menghampiri Inoo yang sedang mengajari Yuuri bermain piano.

“Saya mohon izin untuk sehari saja Chinen-san...”

“Memangnya ada acara apa Inoo-kun?”, suara Mama. Pikir Opi.

“2 hari lagi teman kecilku akan bermain piano di sebuah festival. Aku sudah janji untuk datang...”, jelas Inoo.

Opi menyesal mendengarnya, dan bergegas masuk kamar.
------------------
Taman itu tampak lengang. Hanya ada beberapa anak kecil yang masih bermain di bak pasir, ditemani ibu mereka yang menunggu di bangku.

Hikaru menaikkan alisnya, menghela nafas berat. Sudah beberapa minggu ini ia sama sekali tak bertemu Py. Di sekolah pun Py terkesan sangat menghindarinya. Sore ini ia ke taman itu untuk bertemu Py, dibuka tas sekolahnya, 3 buah chupa yang sengaja ia beli itu masih ada di tasnya, tanpa berani ia berikan pada Py karena Py selalu berada di sekitar teman – temannya, tak juga berani memandang dia sama sekali.

Hikaru mulai berfikir apakah kesalahannya? Kenapa Py marah padanya? Padahal ia tak merasa pernah melakukan kesalahan.

“Hoy!!!”, teriak seseorang dari belakang.

“Sial kau Yabu!! Kau mengaggetkan aku...”

“Jangan benyak melamun ah~”, seru Yabu ikut duduk di sebelah Hikaru.

“Sepertinya kau senang sekali datang kesini..”, tanya Yabu sambil memandang langit sore.

“Yah...hanya untuk sekedar lewat saja..”

“Alasan aneh..rumahmu itu berlawanan dengan arah taman ini, bodoh!!”, ejek Yabu.

Hikaru tak mau menjawab, hanya ikut memandangi langit sore itu.

Ponsel Yabu berbunyi, Yabu secara refleks membuka flip ponsel itu.

“Ah~ Ibu...kupikir siapa?”, keluh Yabu pelan.

“Kau sendiri..mengecheck ponselmu setiap waktu, apa sih yang kau tunggu?”, akhirnya Hikaru membalas.

Yabu menghela nafas, “Hanya e-mail penting...”

Tak lama mereka hanya larut dalam pikiran masing – masing.
------------------------

Festival sekolah dimulai. Suasananya begitu meriah, dari sehari sebelumnya semua sudah sibuk. Semua kelas berusaha menampilkan yang terbaik untuk ditampilkan di festival ini, karena akan ada pemilihan stand terbaik, berdasarkan pilihan pengunjung.

Festival ini terbuka untuk umum, sehingga suasana sekolah lebih ramai dari biasanya. Berbagai penampilan juga meramaikan panggung utama Festival itu.

Di halaman belakang sekolah. Nu bersembunyi, melarikan dari keramaian yang tak pernah disukainya. Saat yang lain tertawa dan bersorak gembira, bahkan ia sama sekali tak menikmatinya.

“Huwaaaa! Hantu!!”, seseorang menghampirinya dan kemudian berteriak ketakutan. Nu lupa, ia masih memakai make up dan pakaian menyeramkan yang dipakainya di rumah hantu kelas 3B.

“Ah, kamu”, sesaat Nu hanya menatap dan kembali mengalihkan pandangannya, “Untuk apa kesini? Bersenang-senang dengan teman-temanmu jauh lebih asyik, kan?”, tanyanya.

“Aku...melarikan diri, didandani seperti ini, apanya yang asyik?”, jawab orang itu yang tak lain adalah Daiki, menunjuk baju maid yang dikenakannya, juga renda-renda yang menghias kepalanya “...lalu Nuchan, kenapa ada disini?”, Daiki bertanya balik.

“Bisa mengenaliku?”, ujar Nu yang berdandan seperti hantu.

“Un”, Daiki mengangguk “..yang melihatku dengan tatapan seperti itu hanya Nuchan...”, Daiki beralih duduk disamping Nu

“Eh?”


“Tapi makeup Nuchan seram sekali...”, protes Daiki.

“Hmmm..ini kerjaan Dinchan.. ngomong – ngomong kamu...terlihat manis”, ucap Nu pelan.

“Nuchan jadi suka aku, kan? Suka, kan? Suka, kan?”, balas Daiki, memasang senyum manisnya.

“Tidak. Dan...tolong menjauh dariku”, jawab Nu dingin dan mendorong Daiki sedikit menjauh.

“Oh ya, aku hampir lupa...”, Daiki mengeluarkan sesuatu dari sakunya “...aku harap, ini bisa mengganti ashtray milik Nuchan yang pecah tempo hari...”

Nu hanya menatap Daiki dengan bingung.

“Tiket konser live Dir en Grey untuk dua orang. Pergi kesana bersamaku?”, tanya Daiki tersenyum lagi.

Tapi Nu tak bisa menjawab, hanya membelalakkan matanya, terkejut.
--------------

Py sedang istirahat, gilirannya sudah berakhir, kini ia hanya duduk di depan kelasnya, bingung mau kemana.

“Dinchan...”, panggil Py pada Din yang juga baru selesai membersihkan mukanya.

“Py!! Aku lapar..cari makan yuk~”, ajak Din merangkul tangan Py.

Py setuju, ia juga lapar. Mereka berjalan menyusuri tempat festival itu. Begitu banyak orang di situ. Din mengeluh kepanasan, menutupi mukanya dengan sebelah tangan.

“Ah!! Ada stand makanan!! Kesana yuk Py!”, tunjuk Din seraya menarik Py.

Itu adalah stand kelas 3C, disitu ada berbagai macam makanan khas festival. Seperti Okonomiyaki, Takoyaki, dll.

“Tunggu sebentar ya~ kalian harus sabar...”

Langkah Py tertahan, dihadapannya seorang Hikaru sedang melayani para pembeli yang mayoritas adalah wanita.

“Py..ayo..nanti antriannya lebih panjang lagi...”

Py menunduk. Sekilas ia merasakan pandangan Hikaru menuju ke arahnya. Py akhirnya mengikuti Din ikut mengantri.

“Sepertinya tidak akan kebagian deh...”, keluh Din setelah mengantri selama 5 menit.

Py menoleh, sejak tadi ia hanya melamun saja, “Mungkin...”, kata Py pelan.

“Kau kenapa Py-chan??”, Din mulai bingung dengan sikap Py.

Py menggeleng, “Tidak ada apa – apa.”, ia ingin cerita soal Hikaru, tapi tampaknya tidak disitu.

“Kenapa sih???kenapa Py-chan tampak bingung?”, Din masih mencoba memaksa Py bercerita.

“Hmmmm...”, Py menarik Din menjauh.

Sesaat Hikaru melirik ke arah Py yang keluar barisan mengantri dengan temannya. Hikaru menghela nafas tak percaya. Kenapa Py begitu menghindarinya?
-------------------

“Ini saatnya aku istirahat...”, kata Yabu menggeliatkan tubuhnya.

Yabu kebagian shift pagi, maka sekarang saatnya dia jalan – jalan.

“Ne...Yabu...kau curang!!”, keluh Hikaru yang tampak sangat sibuk.

Yabu terkekeh, “Salah sendiri kau ambil shift siang...tentu saja lebih ramai siang begini...”, ejek Hikaru.

“KAU!! Kau yang menyimpanku di shift siang, baka!!”, seru Hikaru tak rela.

Kembali terkekeh, “Karena kau populer, tentu saja sangat sayang kau disimpan di shift pagi...”, ejek Yabu lalu melambai penuh kemenangan pada Hikaru.

“Kau!!!Yabu!!!”, teriak Hikaru tak senang.

Yabu meninggalkan Hikaru dan beberapa temannya disana. Memang selain ia tak mau ambil shift siang yang lebih melelahkan, ia bermaksud ke stand kelas 3B. Katanya disana ada Obake House, dan Yabu juga ditantang oleh Shoon yang mengejeknya penakut.

“Kau yakin mau masuk kesana? Aku tak mau menggendongmu keluar karena kau pingsan...”, ejek Shoon menyebalkan.

“Lihat saja..aku ini tidak penakut..”, elak Yabu.

“Awas saja kalau kau menangis di dalam..”, balas Shoon.

“Jadi...kau mau ikut masuk atau tidak?”, tanya Yabu pada Shoon.

Shoon menggeleng, “Kau saja...kita lihat seberapa besar nyalimu.”, tantang Shoon.

“Kau takut ya?”, tanya Yabu.

“Tidaaakk~ ini terlalu biasa untukku.”, tolak Shoon.

Di depan Obake House itu sudah banyak yang mengantri, kebanyakan adalah pasangan.

“Kau masuk sendiri?”, tanya seorang siswi yang menjaga pintu masuk Obake Haouse ketika Yabu sudah ada di depan pintu.

Yabu mengangguk.

“Baiklah, silahkan masuk...”

Gelap dan memang sedikit mencekam. Yabu sampai saat ini hanya berjalan biasa. Obake house ini dibuat seperti maze, sehingga ia harus mencari jalan keluarnya. Tidak begitu besar sih, jadi ia masih sedikit tenang karena sampai saat ini belum ada yang mengganggunya. Teriakan silih berganti terdengar dari tempat lain, membuat Yabu sedikit merinding.

Yabu melangkah ke belokan sebelah kanan, ketika tanpa aba – aba seorang cewek menyeramkan muncul.

“Kyaaaaaa~”, teriak Yabu refleks.

“Yabu-kun?”

Eh? Suara itu...Yabu mengenali suara itu. Yabu segera menguasai diri dan menahan tangan ‘hantu’ wanita itu.

“Miyuy-chan?”, seru Yabu saat memandang wajah penuh make-up itu.

“Eh...Yabu-kun?”, Miyuy menyadari tangan Yabu masih menggenggam lengan kanannya, merasa beruntung makeup ini menutupi mukanya yang pasti sudah memerah.

“Kau kemana saja? Kenapa tak pernah membalas e-mailku lagi?”, tanya Yabu.

Miyuy menunduk, “Tidak apa – apa..aku sibuk..”, jawabnya tanpa berani melepaskan tangan Yabu.

“Kau marah padaku kah?”, tanya Yabu lagi.

“Tidak...buat apa aku marah?”, jawab Miyuy menggeleng pelan.

“Benarkah?”

Miyu hanya menunduk, tak berani menjawab.

“Ah iya Miyuy-chan..aku ingin mengatakan ini langsung, bento buatanmu enak...arigatou na~ kapan – kapan buatkan aku lagi ya?”, kata Yabu ceria, masih menggenggam tangan Miyuy.

“Eh? Kau memakannya?”

“Tentu saja...dan aku berharap Miyuy-chan membuatkannya lagi untukku...”

Miyuy tak percaya apa yang didengarnya. Terlebih lagi Yabu sama sekali tak melepaskan genggamannya, membuat Miyuy bingung harus melakukan apa.

“Ne...Miyuy...sudah saatnya bergantian denganku...”, kata seseorang dari belakangnya.

Ternyata itu Kaori yang memang akan berganti peran dengannya. Miyuy refleks melepaskan tangannya.

“Ah iya..aku ganti baju dulu.”, jawab Miyuy cepat.

Yabu kembali menarik Miyuy, “Jalan – jalan yuk...shiftku juga sudah selesai..”

Miyuy hanya mengagguk, “Sebentar...”

Yabu mengekor mengikuti Miyuy keluar dari Obake House itu.


From: Shoon
Subject: aku dijemput..
Pacarku datang...kau lama sekali tak keluar..
Aku pergi dulu...ku harap kau baik2 saja..


“Hahaha..Shoon bodoh itu pasti menganggap aku pingsan di dalam.”, seru Yabu.

“Eh?”

“Iya...dia sangka aku begitu penakut. Ah..Miyuy-chan!! Pertunjukkan piano sebentar lagi dimulai..kesana yuk~”, ajak Yabu.

Miyuy menatap punggung Yabu dengan hati berbunga. Mungkin saat itu, ia hanya malu pada teman – temannya, senyum Miyuy mengembang ketika Yabu kembali menarik tangannya.

“Yabu-kun...”, panggil Miyuy ketika mereka sudah sampai di depan panggung.

“Hmmm?”, jawab Yabu menoleh menatap Miyuy.

“Arigatou...”
----------------------
Opi mendribble lagi bola basketnya, merasa kesepian mungkin itu yang ia rasakan sekarang. Nu entah kemana, Py dan Din menghilang sesaat setelah shift mereka habis. Miyuy tadi saat ia tinggalkan masih di dalam Obake House, menunggu Kaori yang menggantikannya.

Panggung utama di festival itu pasti sedang mempertunjukkan seorang Sakurazawa Ayame yang akan bermain solo piano, dan Inoo pasti juga sedang berada di depan panggung itu. Menatap Aya-chan nya. Opi menyesali diri berfikir seperti itu tambah membuatnya sebal.

Dilemparkannya bola itu dengan sekuat tenaga sehingga bukannya masuk ke jaring, bola itu memantul jauh ke belakang Opi sendiri.

“Wow!! Kau bisa melukai orang kalau begitu Opi-chan...”

Opi berbalik, mendapati seorang Inoo menangkap bola basketnya itu.

“Ngapain kau disini?”, tanya Opi ketus.

Inoo mendribble bola itu mendekati ring, “Betsu ni...disana membosankan...”, jawab Inoo lalu melemparkan bola basket itu dengan mulus masuk ke ringnya.

Opi tak menjawab lagi, ia kembali merebut bola basket itu.

“Ne..kau sering pulang malam ya akhir – akhir ini..aku tak pernah melihatmu lagi di rumah...”, ujar Inoo lalu berlari mengambil bola yang lagi – lagi tak berhasil Opi masukkan.

“Hanya sibuk latihan...sebentar lagi turnamen dimulai..”, jelas Opi memandang Inoo dengan aneh.

Inoo mendribble bola memutari dirinya.

“Hmm..sokka...Ganbatte ne Opi-chan...”, katanya.

“Bukankah di panggung itu sedang ada recital piano..kenapa kau tidak kesana?”, akhirnya Opi memberanikan diri bertanya.

Inoo menghela nafas, “Tidak apa – apa..aku melihatmu pergi kesini..jadi yah...”

“Kudengar kau mengenal pemain piano itu...aku mendengarmu meminta izin pada Mama kemarin.”, kata Opi seraya merebut bola yang masih saja Inoo dribble tanpa tujuan.

“Aya-chan...yah..dia sudah seperti adikku sendiri.”

“Adik?”

“Iya...lagipula melihat seseorang begitu murung tadi...aku sedikit khawatir..”, jelas Inoo, mengambil kembali bola basket itu yang sedari tadi hanya Opi pegang saja.

“Kau mengkhawatirkan aku? Kenapa?”, tanya Opi heran.

“Tidak apa – apa...karena kupikir kau marah padaku. Sudah beberapa minggu ini kau tak pernah melihatku melatih Yuuri lagi.”

Muka Opi memerah, berharap hal itu tidak dilihat Inoo.

“Ne...kau ini berlebihan...”, Opi menunjukkan sedikit senyumnya.

Inoo masih mendribble bola basket itu berhenti, berdiri di depan Opi dengan senyum mengembang di bibirnya, “Akhirnya kau tersenyum juga...kurasa senyum lebih cocok buatmu..”, Kini wajah Inoo sudah sejajar dengan wajahnya, membuat Opi kaget.

Inoo berlari melewati Opi dan memasukkan bola basket itu ke ringnya.

“Inoo-kun!!”, teriak Opi, Inoo berbalik dari bawah ring basket itu, “Arigatou~!!!”, teriak Opi lalu kembali tersenyum.
----------------

Suasana sekolah masih ramai, walaupun sudah hampir jam 2 siang. Din kembali ke stand kelasnya, sendirian karena Py ingin melihat recital piano dari Sakurazawa Ayame itu. Din tak tertarik dan memilih kembali ke kelasnya.

Ternyata Py sedang jatuh cinta, dan merasa cintanya tak dibalas oleh pria yang disukainya. Din merasa sedikit mengerti apa yang ia rasakan soal itu. Bukankah cintanya sejak kecil pada Jin juga tidak dibalas? Begitu pikirnya.

“Kau kemana saja tuan putri?”, seru seseorang yang Din sudah hapal sekali suaranya.

“Bukan urusan Yuya...”, kata Din lalu duduk di sebuah bangku di depan kelasnya.

Yuya ikut duduk disebelahnya, menyodorkan sekaleng kopi dingin kesukaan Din. “Ini..tuan putri...”

“Yuya..berhenti memanggilku seperti itu..”, protes Din. Entah sejak kapan Yuya memutuskan memanggilnya seperti itu dan kini semua orang menyangka mereka benar – benar berpacaran.

Maksudnya, Yuya memang tunangannya walaupun tak ada yang tahu, tapi mereka kan tidak bisa disebut berpacaran juga.

“Kau haus kan? Ayo ambil..”, kata Yuya mengindahkan protesnya Din.

Din masih kesal tapi menyambut kopi dingin itu.

“Eh??? Jin??!!”, seru Yuya lalu berdiri. Kaget mendapati kakaknya itu datang.

Din menoleh lalu ikut berdiri. Yuya sendiri tak tahu kalau kakaknya akan datang. Lebih buruk, bersama kekasihnya, Naomi. Yuya sekilas melirik wajah Din yang masih kaget.

“Waaahh~ Obake house ya ini?”, seru Jin.

“Aniki..apa yang kau lakukan disini??”, tanya Yuya tak sabar.

Jin terkekeh, “Ayolah Yuya...dulu aku juga sekolah disini...Hisashiburi...sudah lama tidak menghadiri festival seperti ini.”

Din tak berani menunjukkan wajahnya, hanya berlindung dibalik badan Yuya.

“Dinchan...apa kabar adik kecilku?? Kenapa kau jarang sekali ke rumah?”, tanya Jin menyadari Din ada disitu dan mengacak pelan rambut Din.

“Jin yang tak pernah ada di rumah..”, elak Din.

Jin tertawa pelan, “Iya kau benar..sibuk sekali akhir – akhir ini.”, Jin mencubit pipi Din pelan, “Sudah lama aku tak menjahilimu...”

Din menepis tangan Jin, “Itai yo~”

“Kalau kau cemberut begitu wajahmu tampak lebih lucu..”, tawa Jin lagi. Kebiasaan Jin mengganggunya memang tak pernah hilang sejak mereka kecil.

“Jangan sentuh Dinchan..”, kata Yuya tiba – tiba.

Dengan kaget Jin menatap adiknya seksama, “Kau ini kenapa? Huh?”

“Aku...aku dan dia...”

“Kalian kenapa?”, tanya Jin bingung.

Din menyambar tangan Yuya, “Kami sudah resmi jadian..maksudnya... kita sudah memutuskan untuk benar – benar menerima perjodohan ini..”, wajah Din memerah, kaget dengan perkataannya sendiri.

“Oh...waaaahh~ maaf Yuya...kau cemburu?? Tidak tidak usah seperti itu.. Aku selalu menanggapnya adikku juga.”

“Hanya...yah...aku tak mau kau sembarangan menyentuhnya..ia milikku sekarang..”, kata Yuya lagi.

“Baiklah...gomen na...Dinchan...gomen na..”

“Jin...ayo masuk Obake house nya...”, keluh Naomi yang sejak tadi hanya berdiri di sebelah Jin.

Jin tersenyum pada kedua adiknya itu, “Omedetou ne...”, Jin menatap Naomi, “Iya cerewet..”
Jin berlalu, masuk ke dalam Obake House. Yuya berbalik, menatap Din takjub.

“Kau benar – benar mengatakannya?”, tanya Yuya.

Wajah Din memerah, melepaskan tangannya dan berusaha melarikan diri.

“Jawab aku bodoh!”, seru Yuya menarik lengan Din.

“Kalau kau anggap begitu...”, jawab Din masih menunduk, tak berani menatap Yuya.
----------------------
Atap itu tampak kosong. Hikaru melarikan diri sebentar, lagipula sudah hampir sore dan stand juga sudah tak seramai tadi siang hari.

Hikaru menggeliat, badannya begitu lelah. Ini ulah Yabu yang menyuruhnya jaga di shift siang. Hikaru mengambil botol minuman di tasnya, menghabiskan seluruh isinya lalu berbaring menatap langit yang sudah hampir sore itu.

“Lelahnyaaa~”, teriaknya pelan.

Tak lama, Hikaru mendengar seseorang sedang bergumam. Menyadari dirinya tak sendiri, Hikaru segera berdiri dan mencari sumber suara itu. Seseorang sedang menunduk, tampak sibuk dengan buku sketsa dan sebuah airphone terpasang di telinga gadis itu. Ia bergumam mengikuti lagu yang ia dengar sepertinya.

“Py-chan?”, sudah Hikaru duga itu memang Py.

Hikaru bergerak pelan, mencoba tidak mengeluarkan suara apapun. Py duduk dibalik sebuah tembok, dekat pintu masuk ke atap ini. Hikaru mengeluarkan sebuah bungkusan, membukanya lalu dengan sengaja menyodorkan bungkusan itu di depan wajah Py.

“Eh??!!”, Seru Py kaget dengan refleks membuka airphonenya.

“Takoyaki dari kelas 3C...dijamin enak dan murah...”, seru Hikaru dari pinggir tembok itu.

“Hika-kun??”, Py begitu kaget ia bisa bertemu Hika di atap ini.

Hika nyengir, memperlihatkan senyum khasnya, “Aku tak bisa memutuskan kau mau takoyaki atau okonomiyaki, tapi aku putuskan membawakanmu ini saja. Tadi kau tak jadi mengantri kan? Kenapa?”

Berarti tadi Hikaru memang memperhatikannya dan Din. Py tidak menjawab.

“Ne??ayo coba...kata orang – orang sih buatanku memang enak..”, kata Hikaru, “atau kau mau aku menyuapimu?”, tambahnya.

Sukses membuat wajah Py tambah memerah dan segera merebut bungkusan takoyaki itu.

“Hmmm..enak..”, kata Py setelah menelan satu takoyaki itu.

Hikaru tersenyum, “Anda mendapatkan bonus ini....”, serunya heboh menunjukkan 3 buah chupa rasa cola.

“Apa lagi ini?”

“Bonus karena senyummu begitu cantik hari ini..”, puji Hikaru.

Py terdiam tak berani menjawab apapun.

“Kau tahu Py-chan...taman itu tampak lebih sepi dari biasanya jika kau tak disana.”, jelas Hikaru sambil menyimpan 3 chupa itu di tangan Py.

“Eh? Apa maksud Hika-kun?”

“Bangku taman itu kehilangan senyummu...”

“Hah?”, Py masih tidak mengerti.

“Aku juga...”, kata Hikaru ikut mencomot satu takoyaki itu, “Yappari~ buatanku memang enak..hehehe..maaf sudah dingin ya..aku mencari Py-chan tapi tidak ketemu...”

Kini Py tak peduli, ia tak merasa Hikaru berbohong atau hanya memujinya saja. Paling tidak hanya dia yang Hikaru buatkan takoyaki bahkan ketika ia tidak memintanya. Hanya dia yang Hikaru belikan 3 buah chupa rasa cola kesukaanya, dengan sengaja membelikannya. Py merasa istimewa, ia berbeda dari gadis – gadis yang biasa berada di dekat Hikaru. Py tahu rasanya ini terlalu berlebihan, tapi berharap sekali lagi bukanlah suatu kesalahan.

“Hika-kun...arigatou..”
------------------

TBC~....
maap lama banget ngeupdatenya...hehehe
seperti biasa...COMMENTS is LOVEEEEE~