Rabu, 21 April 2010

[Fanfic] Accidentally In Love (chap 7)

Title : Accidentaly In Love
Chapter : Seven
Author : TegoMura
Genre : Romance
Rating : G
Pairing : Miyabu,HikkaPy,TakaDin,Inoopi,Dainu
Fandom : Johhny’s Entertainment, Desperate Housewives
Disclaimer : Py, Miyuy, Din, Opi and Nu belong to theirselves, Hey! Say! BEST is belongs to JE. we don’t own them...Comments are LOVE minna~

Ketika Din membuka matanya di pagi hari, yang dilihatnya adalah wajah Yuya yang tengah tertidur. Din memejam dan kemudian membuka matanya kembali, beberapa kali ia mengusap matanya, pemandangan itu tetaplah sama, Yuya ada di tempat tidurnya

“Kyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa !!”, seisi rumah bisa mendengar teriakan Din


“Yu, yuya...ke, kenapa...”, ucap Din terbata, panik “..jangan bilang kalau Yuya sudah lakukan macam-macam !”, tanpa sadar tangannya menarik leher bajunya keatas.

“Hahahahhaha! Wajahmu, wajah panikmu, yang seperti itu lucu sekali!”, goda Yuya senang.

“Tenanglah...aku sudah minta izin oba-san untuk membawamu pergi keluar, tapi ternyata kamu masih tidur”, kata Yuya tenang.

“Kenapa harus sepagi ini, sih?”, rutuk Din kesal.

“Ah, cerewet...cepat madi lalu siap-siaplah!”, kata Yuya seraya menarik sedikit selimut yang Din kenakan.

“Apa? Ng, aku pilih tidur lagi..ini terlalu pagi...”, balas Din, kembali menenggelamkan kepalanya di bantal dan membungkus dirinya dengan selimut



“Kalau begitu, aku juga”, tanpa berpikir panjang, Yuya membuat dirinya sendiri begitu dekat dengan Din, meletakkan kepala di bantal yang sama, menarik sedikit dari selimut yang dipakai Din

Begitu dekat. Din -yang tentu saja belum benar bisa kembali tertidur-, apalagi diciumnya aroma khas Yuya yang well, sedikit mirip dengan Jin.

Din tak bisa membohongi dirinya sendiri dengan berpikir ia masih bisa tenang dengan posisi seperti itu, jantungnya berdetak semakin cepat,

‘Apakah wajahku memerah?’

‘Apakah dia memperhatikan wajahku yang tertidur?’

‘Apakah wajah baru bangun tidurku cukup kacau hingga dia bisa mengolokku seperti biasa?’

‘Dia hanya menggoda, jangan terpengaruh...seperti biasa...’, batin Din



“Aaah! Sudah, menjauh!”, Din seketika mendorong Yuya menjauh. Din tak lagi bisa menyembunyikan perasaannya, perasaan ingin berteriak ketika Yuya berada sedemikian dekat dengannya.

“Ha ha ha! Sudah bangun ya, Tuan Putri? Selamat pagi...”, ucap Yuya dengan memasang senyuman penuh kemenangan.


“Ok! Aku akan pergi denganmu...pervert!”, Din melempar bantal ke wajah Yuya sebelum berlari keluar dari kamarnya

--------------

“Ng, kenapa? Sejak tadi kamu lebih banyak diam?”, tanya Yuya pada Din ketika mereka baru saja turun dari bianglala.

‘Ini kan kencan pertama kita sebagai pasangan??’, batin Din.

“Aku..hanya belum terbiasa”, jawab Din pelan

“Hah? Apanya?”, tanya Takaki tak mengerti.

“Kita terbiasa main ke taman bermain seperti ini selalu pergi bertiga bersama Jin, kan...”, kata Din dan setelahnya menyesali apa yang dia katakan.

“Ohh~”, Yuya menarik tangan Din dan menggenggamnya, “Ada aku disini..apa tidak cukup?”, bisiknya, namun Din masih bisa mendengarnya.

----------------
“...hai, Nu desu...”

Sore itu Nu terbangun oleh getar dari ponselnya, panggilan dari nomor tak dikenal

“Nuchan~ bolehkah aku ke tempatmu sekarang?”, tanya seorang diseberang sana

“Ah, Arioka. Untuk apa datang ke tempatku?”, kali ini Nu benar – benar bangun sepenuhnya.

“Untuk menjemput Nuchan, kita akan pergi ke konser, kan?”, tanya Daiki.

‘Ah....konser Kyo...’, kata Nu dalam hati.

“Ng, ya. Tapi...”, Nu melirik jam kecil di meja dekat tempat tidurnya “..tapi ini jam 3 sore!”

“Nuchan suka vokalis bandnya, kan? Kalau begitu, kita harus dapat tempat di depan!”, seru Daiki bersemangat

“Ok, kamu boleh ketempatku”, jawab Nu akhirnya.

“Yaay! Kalau begitu, sekarang buka jendela kamarmu!”

Begitu Nu membuka jendela kamarnya, ia bisa melihat Daiki dibawah sana, tersenyum manis untuknya, dan melambai kecil ke arahnya.

“Nuchaaaannn~”, serunya ceria.

Nu menggelengkan kepalanya, terkadang saat melihat senyumnya, Nu pun tanpa sadar ikut tersenyum.


Konser-yang-disukai-Nuchan ternyata jauh berbeda dari yang dibayangkan Daiki, sangat berbeda dengan konser-konser live yang biasa dilihatnya.

Begitu bising, bahkan terkadang lagu yang dibawakan tak terasa seperti sebuah lagu untuknya, hanya teriakan-teriakan yang memekakan telinga dari sang vokalis. Membuatnya berpikir “Inikah orang yang sangat disukai Nuchan?”

Tapi audiens begitu menikmati, begitu bersemangat. Sesekali Daiki menatap Nu yang berdiri disampingnya, tersenyum lembut menatap keatas panggung.

Senyuman yang belum pernah dilihatnya.

“Aah, selesai...Nuchan suka konsernya?”, Daiki berusaha tersenyum, meskipun kepalanya terasa pusing ketika keluar dari hall area.

“Aku selalu suka...”, jawab Nu pelan.

“Tunggulah disini, aku akan cari minuman untuk kita!”, ucap Daiki dan segera berlari menginggalkan Nu.



“Eto...kenapa belum juga sampai ke tempat yang tadi?”, gumam Daiki. Dengan dua kaleng minuman dingin di tangannya, ia berusaha keras mengingat, jalan menuju tempat dimana Nu mengunggunya.

“Gawat, aku tersesat!”, semakin Daiki berjalan, tempat-tempat yang dilalui terasa semakin asing.

“Basement? Aah, aku benar tersesat. Aku akan hubungi Nuchan...”

Gerakan Daiki meraih ponsel terhenti, ketika ia mendengar suara yang dikenalnya.

“Aku tak bisa menerima alasan Kyo-san! Sejak kapan kita peduli tentang orang tua?!”

Itu suara Nu.

Daiki melihat Nu, berdebat dengan orang yang tak lain adalah vokalis dari band yang baru saja dilihatnya.

“Aku bukan pedofil”, jawab seorang yang dipanggil Nu dengan sebutan Kyo itu

“Dan aku bukan anak dibawah umur!”, seru Nu dengan nada sedikit membentak.

Daiki berusaha bersembunyi, melihat perdebatan Nu dan Kyo. Tapi tanpa sengaja, Daiki menjatuhkan kaleng minuman yang dipegangnya.

Suara itu tentu membuat Nu dan Kyo melihat kearahnya. Nu menghampirinya, meninggalkan Kyo “Ayo pulang, Daiki!”

Tak ada yang bisa dilalukan Daiki selain mengikuti langkah Nu.

“Tanpa sadar, Nuchan memanggil namaku...aku senang”, ujar Daiki, lirih

Selama perjalanan pulang, keduanya hanya terdiam. Daiki tahu, Nu ingin menangis, tapi tak ingin Daiki melihatnya, lagi.

“...Nuchan pernah mengenal Kyo-san?”, akhirnya Daiki memberanikan diri bertanya.

“Dia...pacarku...”, jawabnya sepelan mungkin.. “Setidaknya hingga beberapa waktu yang lalu...”

Daiki begitu terkejut, tak percaya. “Tapi, Nuchan dan Kyo-san...ng, terlihat...”, tambah Daiki, ragu.

“Dia meninggalkan aku”, sepenggal kata dari Nu membuat Daiki tak bisa meneruskan ucapnya

“Nuchan membencinya sekarang?”, tanya Daiki lagi.

“Aku tak akan pernah bisa...”, jawab Nu hampir menangis.

mendengar kata itu, membuat Daiki merasa sedikit iri.

“Kalau begitu...”, Daiki meraih jemari dingin Nu dengan tangannya “...sukai aku seperti Nuchan menyukainya...”, ucap Daiki.

Tatapan itu lagi, sorot mata Daiki yang begitu tegas. Membuatnya sesaat terlihat begitu dewasa.

Nu hanya menarik tangannya, “Aku tak bisa”

Kembali berjalan, Nu menyadari Daiki tak lagi berada disampingnya

“Arioka?”

Tak ada jawaban, dan ketika menoleh, Nu bisa melihat Daiki sudah tertinggal beberapa langkah darinya, duduk berjongkok di jalanan sepi

“Hh...”, menghela nafas, Nu berbalik, dan membawa kakinya melangkah kebelakang menuju Daiki.

“Jalanlah yang benar...”, perintah Nu.

Walaupun Nu tak tersenyum untuk Daiki, tapi Daiki bisa kembali tersenyum -setelah memasang wajah cemberut yang nampak begitu kekanakan-, ketika Nu mengulurkan tangan untuknya.

Tanpa ragu, Daiki meraih tangan Nu, menggenggamnya kemudian meneruskan langkah mereka yang sempat terhenti.

“Manja!”, ujar Nu singkat.

“Biarlah...asalkan manjanya hanya sama Nuchan...”, balas Daiki.

“Haaah?!”, tanpa sadar, senyum Nu sedikit mengembang, ia yakin wajahnya juga memerah saat ini.

---------------------------
“Ok, aku ambil yang ini”, ujar Py lirih pada dirinya sendiri menatap sebuah sketch book “Sekarang ke tempat manga...”, gumamnya pada diri sendiri.

Hari libur yang membosankan. Semua temannya tampak sibuk dengan urusan mereka masing – masing. Py akhirnya memutuskan untuk ke toko buku sendirian, paling tidak ia bisa mencari komik yang dia inginkan.

“Hikka...pasti lihat (shounen) JUMP, kan? Dasar laki-laki, membosankan aah, ayo keluar dari toko buku lalu hang out bersama kami...”

Langkah Py terhenti ketika mendengar seseorang menyebut nama itu. Py berusaha mengintip dari sela-sela lemari buku. Seorang berambut coklat terang itu, Hikaru yang dikenalnya. Dengan tiga orang lain, gadis - gadis yang juga dari sekolahnya. Seorang dari mereka, memeluk lengan Hikaru begitu erat, berbicara dengan nada manja.

“Memangnya Hikaru-kun pacarmu...?”, ucap Py lirih.

Tanpa mau mengaku pada dirinya sendiri, Py merasa sedikit kesal. Cemburu, mungkin.

Sementara Hikaru menanggapi ketiganya dengan tersenyum ramah. Menyenangkan, semua orang pantas menyukainya

“Oh ya, Hikaru-kun kan pacar mereka semua...”, kata Py lagi.

Tapi perasaan itu segera ditepisnya dan berjalan menjauh dari tempat Hikaru berdiri. Semakin menjauh.



Ketika Py sadar, ia sudah berada di tempat yang tak biasa untuknya. Diantara deretan buku-buku dengan judul yang benar-benar asing. Py hanya bisa berpura-pura memilih buku, menghindari tatapan aneh dari orang-orang disekelilingnya.

“Ushi no Koku Mairi? Bacaan yang bagus. Apa Pychan sedang membenci seseorang?”, kata seseorang dibelakangnya.

“Kyaaaaaaaa! Hikaru-kun!”, kontan Py menjerit kaget. Mendengar suara Hikaru, sekaligus menyadari buku apa yang tengah dipegangnya. Dan ketika itu pula wajahnya berubah memerah.

“Hmm? Aku, hanya...”, Py berusaha mencari kata-kata yang tepat tapi tak juga menemukannya.

“Salah ambil buku?”, potong Hikaru.

Hanya mengangguk malu, Py tak bisa menatap Hikaru.

“Ini, aku ambilkan untukmu. Semoga tidak salah lagi”, katanya lalu mengambil sebuah buku.

“Shu, Shugo Chara? A, arigato, Hikaru-kun”, ujar Py masih merasa deg – degan.

Tanpa Py sempat menduga, Hikaru memberikan salah satu buku yang memang akan diambilnya.

“Aku akan berikan buku ini, kalau Pychan mau menemaniku jalan-jalan. Bagaimana, hmm?”, tawar Hikaru.

“Demo...ano...”, jawap Py ragu.

“Aku juga tak akan beritahu siapapun kalau Pychan tertarik dengan Ushi no Koku Mairi...”, godanya, tersenyum memperlihatkan senyum khasnya.

“Aah! Ok, aku ikut!”, jawab Py akhirnya.

Sebenarnya, Py memang hanya ingin bersama Hikaru.

“Ahaha, terima kasih!”, kata Hikaru bersemangat.

Walaupun Py masih tak bisa menatap Hikaru, tapi ia bisa memastikan. Hikaru memasang senyumannya. Sebuah senyum yang begitu bersahabat, Py begitu menyukainya.
--------------
Miyuy kembali merapikan rambutnya, mengecek kembali apa make up nya tidak berlebihan.

Hari ini cukup istimewa. Ia akan berkencan dengan Yabu. Setidaknya itulah yang difikirkan Miyuy.

Semalam saja Miyuy tak bisa tidur hanya karena ajakan ini.

From: Yabu-kun
Subject: Malam~
Miyuy-chan...sedang apa?
Ada waktu besok?

Saat menerima email itu, Miyuy yang awalnya sudah ngantuk setengah mati karena soal Fisika yang harus ia selesaikan sebelum hari senin, tiba – tiba merasa tak mengantuk sama sekali.

To: Yabu-kun
Subject: Re: Malam~
Aku..berkutat dengan Fisika.
Yabu-kun sedang apa?
Eh? Besok? Aku tak akan kemana – mana..
Kenapa Yabu-kun?

From: Yabu-kun
Subject: Re: Malam~
Aku sedang tiduran saja~
Miyuy-chan rajin ya..besok kan baru hari Sabtu..
Masih juga belajar?? :P
Kalau ada waktu..maukah nonton bersamaku?

“Kyaaaaaa~”, tanpa sadar Miyuy sedikit berteriak.

To: Yabu-kun
Subject: Re: Malam~
Aku benci menunda tugasku..:D
Eh?hmmm~
Boleh saja..aku juga tak punya rencana apapun kok..

From: Yabu-kun
Subject: Re: Malam~
Baiklah...jangan tidur terlalu malam.
Besok kita bertemu di taman jam 11 ok?
Oyasumi Miyuy-chan~
---(image 19)---
Stars that always shining

Miyuy tersenyum melihat foto sebuah bintang bohongan yang terbuat dari kertas bersinar warna emas.

To: Yabu-kun
Subject: Re: Malam~
Ok desu~
Oyasumi...

Setelah email itu, Miyuy malah tak bisa memejamkan mata sama sekali. Namun ia juga tak mampu mengerjakan PR Fisika nya. Hatinya terlalu senang dengan apa yang akan terjadi.
Miyuy pun segera mengecek ramalannya di Tobenatori. Maka saat ini pun ia memakai warna keberuntungannya hari ini, Biru.

“Maaf aku agak terlambat...”, kata seseorang. Membuyarkan lamunan Miyuy.

Yabu berdiri dihadapannya, dengan senyumnya seperti biasa.

“Ah..tidak..aku yang terlalu cepat datang...”, jawab Miyuy.

“Ja...Ikou~”, ajak Yabu.

----------------------
From: Yuuri
Subject: (no subject)
Neechan~ sudah ketemu Inoochan, kah? >___<

Opi membuka layar ponselnya, sebuah email dari Yuuri.


To: Yuuri
Subject: Re: (no subject)
E?

Inoo-kun? -w -)7

Jawabnya pada Yuri

From: Yuuri
Subject: Re: (no subject)
Aku dan mama minta Inoochan bergabung
dengan kita untuk acara barbeque nanti,
jadi Inoochan bantu dengan ikut neechan
belanja ke super market >__<


Pesan dari Yuri itu membuat Opi sedikit terkejut, Inoo akan datang untuk belanja bersamanya.

BRAK !

Mendengar suara itu kontan Opi menutup layar ponselnya dan melihat ke tempat berasalnya suara.

“I, Inookun?”, ujarnya setengah berteriak.

Opi bisa jelas melihat, Inoo sedang membantu seorang ibu tak dikenal membereskan belanjaannya yang berantakan dilantai.

“Ah, terimakasih, nona”, ujar ibu tersebut pada Inoo.

Opi berusaha menahan tawa mendengar panggilan yang diberikan seorang tak dikenal itu pada Inoo, jelas ia salah mengira Inoo sebagai perempuan.

Sementara Inoo hanya membalas dengan senyuman, Opi juga melihatnya, begitu cantik, bukan mustahil orang akan mengira Inoo adalah perempuan.

Tak lama, kemudian Inoo berdiri menghampiri Opi

“Tertawakan aku, huh?”, lagi, Inoo memperlihatkan senyumannya, yang begitu Opi sukai.

“A, ah, tidak, tidak...”, Opi menggeleng, meencoba menyembunyikan wajahnya yang kini memerah.

Sesaat Inoo melirik tas belanja Opi, “Hmm, hampir semua yang diperlukan sudah diambil, tapi ada yang ketinggalan...”, kata Inoo.

“E? Padahal kupikir semuanya lengkap”, kata Opi yang yakin ia tak melewatkan satu pun barang yang di daftar oleh Ibunya.

“Paprika”, jawab Inoo sambil tersenyum.

“Ah! Padahal itu penting!”, Opi memukul keningnya sendiri “Ayo, cepat selesaikan dan pulang!”, tanpa sadar, Opi menarik tangan Inoo dan berjalan cepat ke stand sayuran.

“Kurasa yang ini bagus...”, ujar Inoo.

“Aku ambil...”, Saat itu, Opi baru menyadari kalau tangannya masih menggandeng tangan Inoo “Aah, gomen ne!”, segera Opi melepaskan genggaman tangannya dan memasukkan beberapa buah paprika kedalam tas belanjanya.

Dan Inoo hanya mengisyaratkan sebuah ‘Daijoubu dayou’ dengan senyumannya

-----------------
“Inookun, terimakasih sudah membantuku belanja...”, kata Opi lalu menatap Inoo yang tampak melamun.

“Tak apa, aku yang harusnya berterimakasih karna diundang di acara barbeque kalian”, jawabnya.

Keduanya, berjalan bersamaan dengan masing-masing membawa tas belanjaan.

“Hai nona-nona, nampaknya baru selesai belanja, bagaimana kalo main-main bersama kami, lebih menyenangkan...”, Seorang menepuk pundak Inoo, dua orang berandalan yang sama sekali tak terlihat seperti orang baik.



“Maaf, kami tak punya waktu untuk kalian”, Inoo menepis tangan itu dari pundaknya.

“Ah, laki-laki ya, membosankan!”, ucap seorang lain dari mereka, dengan tatapan meremehkan.

“Ayo Opi, kita harus cepat sampai rumahmu, obasan dan Yuuri sudah menunggu!”, Inoo mempercepat langkahnya dan diikuti dengan Opi.

Hanya tinggal beberapa blok lagi untuk sampai kerumah, keduanya kembali berjalan santai. Tapi bagaimanapun, suasana yang tidak enak memang terasa, tidak terlalu ada pembicaraan diantara mereka.

“Harusnya, saat berjalan bersama dengan membawa tas belanja seperti ini, akan dikira sebagai pasangan pengantin baru, kan”, goda Inoo lalu melirik pada Opi.

Kalimat yang diucapkan Inoo membuka wajah Opi memerah dan tak bisa menjawab.

“A, apa maksud Inookun?”, ujar Opi.

Perlahan, Opi bisa merasakan Inoo meraih tangannya -yang tak memegang tas belanja-, jemari lentik Inoo menyilang diantara jari-jarinya. Opi sama sekali tak bisa menatap wajah Inoo, tak ingin Inoo melihat wajahnya yang telah menjadi sangat merona.

“Dengan begini, kita pasangan pengantin baru. Tak akan ada yang akan memanggil kita dengan ‘nona-nona’ lagi...hee hee”, katanya tanpa melepaskan tangan Opi sedikitpun.

‘Walaupun itu hanya bohong, Inookun hanya tak suka dikira sebagai perempuan karna wajahnya yang cantik, tapi aku senang’, Pikir Opi yang berjalan dengan Inoo menggenggam tangannya. Terasa begitu nyaman, walaupun membuat jantungnya berdetak cepat tak beraturan.

“Mamaaa, Neechan dan Inoochan sudah sampai!”, seru Yuuri yang sejak tadi menunggu di depan pintu “I, Inoochan...”, Yuuri terbata mendapati Inoo yang masih memegang tangan kakaknya

“Ini, ini hanya...”, Inoo berusaha menjelaskan, tanpa melepaskan genggaman tangannya.

“Kyaaaaaaaaaaa”, Yuri berlari histeris kedalam rumah

Inoo dan Opi, keduanya hanya bisa tertawa, dengan wajah yang masih memerah.
“Inookun..”, panggil Opi pelan.

“Ya?”

“Sudah bisa dilepaskan...kita sudah di rumah..”, kata Opi lagi.

Inoo tampak kaget sendiri, lalu melepaskan tangannya, “Gomen ne Opichan..”

---------------------
“Filmnya seru ya Yabukun!!”, seru Miyuy setelah mereka keluar dari bioskop.

Sejujurnya, Yabu tak begitu suka film Astro Boy tadi. Tapi setidaknya melihat ekspresi wajah Miyuy sepanjang film tampaknya membuat hal di bioskop tadi menyenangkan.

“Ya...tentu saja..”, jawab Yabu tersenyum.

“Hmmm...Yabukun~”, panggil Miyuy ketika Yabu sudah duluan jalan didepannya.

“Ya?”, wajah Yabu berbalik, menatap Miyuy.

“Yabukun bilang ingin makan bento buatanku? Aku membawa bentou hari ini..”, katanya malu – malu.

“Benarkah?!! Ayo cari tempat untuk makan..”, putus Yabu lalu menggenggam tangan Miyuy.


Yabu membuka bungkusan bentou itu dengan antusias, “Uwaaa~ Sugooii~ terlihat enak..”, kata Yabu.

“Cobalah..”, ujar Miyuy memperhatikan wajah Yabu yang akan mulai makan.

“Itadakimaaaasssuu!!”, Yabu melahap sebuah tenpura.

“Dou?”, tanya Miyuy takut – takut.

Wajah Yabu mengekspresikan ada yang tidak beres dengan makanan itu.

“Eeehh??Kenapa Yabukun? Tidak enak ya?”, serunya panik. Sepertinya ia tak memasukkan sesuatu yang salah pada makanan itu.

Yabu tersenyum, “Hehehe...enak sekali kok~ ayo makan!!”

Miyuy memukul pelan bahu Yabu, “Tidak lucu...”

Yabu hanya tersenyum melihat wajah panik Miyuy.

“Ne Miyuy-chan...”, panggil Yabu.

Miyuy berhenti makan, memusatkan perhatiannya pada Yabu, “Ya?”.

“Kalau kau membuatkan aku bekal setiap hari..kau mau?”, tanyanya tiba – tiba.

“Memangnya aku petugas katering?”, ujar Miyuy yang kecewa dengan apa yang diucapkan Yabu. Ia pikir sesuatu yang lebih romantis akan dikatakannya.

“Buat bekal untuk pacar sendiri memangnya gak mau?”, tanya Yabu.

Sukses membuat Miyuy kembali berhenti dan menatap Yabu tak percaya, “Hah? Apa maksudmu?”, tanya Miyuy lagi.

Yabu berhenti makan, menatap Miyuy, “Iya...Miyuy mau jadi pacarku kan?”

“Eh??”, wajah Miyuy memerah. Ia tak sanggup menatap mata Yabu yang tepat berada dihadapannya. “Kenapa Yabukun?”, tanya Miyuy sedikit berbisik.

“Mochiron...Suki da yo~”, kata Yabu lagi, menggenggam tangan Miyuy.

Miyuy hanya sanggup mengangguk pelan.

-------------------
“Hikakun? Kita mau kemana?”, tanya Py mengikuti Hika dari belakang.

Sejak tadi jantungnya terasa dag-dig-dug tak beraturan.

“Beli takoyaki yuk!!”, ajak Hika lalu menarik tangan Py ke sebuah stand takoyaki.

Py sejak tadi hanya diam.
Wajahnya memerah dan sangat gugup di dekat Hikaru.
Hikaru ternyata membawa Py ke taman meereka biasa bertemu.

“eh? Kesini?”, tanya Py heran.

“Kau sih..dari tadi menunduk saja..hehehe.”, Hikaru terkekeh.”Tentu saja kalau kencan dengan Py, aku maunya kesini.”, kata Hikaru lagi.

“Eh?”, Py tak bisa menjawab apapun.

“Ayo makan takoyakinya sebelum jadi dingin...”, kata Hikaru meyodorkan sebuah takoyaki.

“Aku bisa makan sendiri..”, elak Py menolak. Karena Hikaru akan menyuapinya.

Hikaru tak bergeming, “Ayo..makan saja...”, katanya keras kepala.

Akhirnya Py memakan takoyaki yang disodorkan oleh Hikaru.

“Enak tidak?”, tanya Hikaru, “Pasti lebih enak buatanku ya?”, tanya Hikaru lagi.

Py tersenyum, tapi tak menjawab. Seperti biasa Py memang pemalu.

“Py..belepotan...”, kata Hikaru lalu menyeka mulut Py dengan tangannya.

“ehhh...”, Py kembali menghindar.

“Aku bohong....hehehehe...”m kata Hikaru tersenyum jahil.

“Hikakun...”, panggil Py.

“Ya?”

“Kenapa Hikakun malah jalan bersamaku? Bukannya tadi di toko buku Hikakun bersama banyak gadis? Tidak pergi sama mereka?”, tanya Py pelan.

“Hmmmm~ kurasa... aku lebih senang bersamamu daripada mereka..”, jawab Hikaru tegas.

“ Tapi kan aku...”

Hikaru berdiri dari bangku taman itu, lalu menggenggam tangan Py... “Kita kencan kan? Jadi biarkanlah seperti ini...ayo pulang!! Sudah sore..”, ujar Hikaru sambil menggandeng tangan Py.

Py hanya bisa menunduk malu. Memandang tangan Hikaru yang menggenggam tangannya.
--------------------

Sisa perjalanan mereka hari itu tampak sedikit terganggu karena Din sering sekali menyebutkan nama Jin. Walaupun tidak sengaja, memang itulah yang sedang ia pikirkan.

Yuya kesal setengah mati. Tapi tak bisa berbuat apapun selain berdamai dengan apa yang Din ucapkan.

“Sudah sampai...masuklah...sudah malam..”, kata Yuya saat mereka sudah pulang.

Ponsel Din bergetar, tanda email masuk. Din melirik sebentar pada ponselnya lalu tersenyum lembut.

“Siapa?”, tanya Yuya penasaran.

“Jin...dia mengucapkan selamat malam saja.”

“Kenapa kau masih berkirim email dengan Jin?!!”, seru Yuya.

“Memangnya kenapa?!”, nada suara Din mulai meninggi.

Yuya berdecak kesal, “Kau kan pacarku...”

“Lalu? Ada peraturannya aku tak boleh berkirim email dengan Jin?”, balas Din kesal.

Yuya kehilangan kata – kata apa yang harus ia ucapkan. Itu memang tak salah. Maksudnya Jin juga kan teman masa kecil Din, bahkan sudah dianggap saudara sendiri.

“Baiklah!! Terserah kau saja!! Aku akan pergi!!”, teriak Yuya berbalik.

“Pergilah!! Jin pasti tak akan melakukan ini kalau ia berkencan denganku!!”, balas Din kesal.

Langkah Yuya terhenti.

Yuya menatap Din.

“Apa?”, tanya Din innocent.

Tanpa aba – aba, wajah Yuya mendekat, mendaratkan sebuah kecupan.

Lagi.

Yuya selalu mencuri kesempatan. Tapi kali ini Din tidak menolak, bahkan tanpa ia sadari, matanya menutup dengan sendirinya.

“Bisakah mulut itu hanya menyebutkan namaku saja?”, kata Yuya menatap mata Din.

“Apa maksudmu?”, tanya Din bingung.

Yuya mendekap Din, “Apa yang harus kulakukan untuk membuatmu melupakan Jin?”, bisiknya lirih.

Din sedikit terperanjat, namun rasanya kata – katanya pada Yuya itu memang sedikit keterlaluan. “Yuya?”, panggil Din lembut.

Yuya mendongak, wajahnya tepat dihadapan Din.

“Gomen na..bisakah kau memberiku waktu sedikit lagi?”, kata Din pelan.

Yuya hanya bisa menatap Din tak percaya. Seakan kata – kata itu sudah ia tunggu sejak lama.
------------

N.B: Maaph kepending lamaaaaaaaaa~ COMENTS ARE LOOOOVVVVEEEE~